Rabu, 25 November 2009

PARADE SILUMAN

Para Kumpulan Siluman

Seperti biasanya aku langsung bergegas mengambil wudu kemudian sholat ‘asyar. Mudah-mudahan khusu’ karena setiap hari berulang aku selalu tergesa-gesa menyempatkan waktu untuk suatu urusan. Setelah sholat aku langsung bergegas mencari kunci motor, eh sebelumnya aku melongok ke tempat gantungan kunci kantor kecil yang terletak di pojok sebuah masjid. Kalau sudah tidak ada kuncinya digantungan itu, berarti kunci telah diambil anak-anak untuk membuka pintu kantor di pojok masjid itu.


Setelah semua kurasa beres dari pakaian, bolpen, pecis, kunci motor, dll. Maka aku bersegera menaiki motorku yang setia menjadi teman bepergianku menuju sebuah masjid yang di pojoknya ada sebuah kantor tadi. Tidak lama kemudian aku sudah sampai karena jaraknya hanya dengan tempuhan putaran motor karena letaknya ada di belakang rumah yang aku tempati. Rumah itu bukan rumahku, bukan pula rumah saudaraku, dan sampai sekarangpun aku pasti bingung kalau ada yang bertanya kenapa aku tinggal di sana.


Motor aku parkir di pojok timur masjid yang ada kantor di pojok baratnya itu. Di sana sudah ada belasan anak yang menungguku. Ada pula yang menunggu sambil bermain, ada yang sambil makan jajanan, ada pula yang belajar membaca al qur’an. Aku sapa mereka kadang dengan halus kadang dengan nada keras sebagai tanda bahwa aku tidak suka dengan keadaan atau perilaku yang terjadi pada saat itu. Kemudian aku bertanya apakah sudah siap dan disiapkan semua?. Secara serentak biasanya mereka menjawab sudah!!! Karena mereka tahu kalau jawaban mereka tidak, maka mereka harus bersiap-siap menerima hukuman dari aku. Setelah semua siap, aku mengucapkan salam kepada mereka dengan bersama-sama berdo’a untuk memulai sesuatu yang biasanya disebut orang sebagai belajar mengajar.


Aku cek satu persatu kartu prestasi mereka untuk mengetahui halaman yang akan mereka sorogankan juga sebagai alat antrian belajar sorogan mereka. Aku dan anak-anak itu di masjid dari jam 16an sampai selesai maghrib. Aku dan anak-anak itu berusahan untuk menjadi orang-orang yang sedikit berguna bagi diri sendiri, orang tua, agama bahkan Negara.


Jika dihitung-hitung aku dan anak-anak itu sudah bersama melakukan rutinitas yang demikian selama delapan tahunan. Aku dan anak-anakk itu selalu berusaha optimis dan menjadi orang yang lebih baik daripada orang-orang di sekitarku dan anak-anak itu yang kurang baik. Aku dan anak-anak seakan-akan menciptakan dunia sendiri yang lain dengan lingkungan kami. Mungkin malah kami dianggap aneh, tapi dengan keyakinanku dan bantuan kepercayaan anak-anak itu, aku dan mereka yakin akan kebenaran langkah dan perbuatan kami.


Kami sebenarnya selalu merasa kasihan kepada masjid tempat dimana kantor kami menginduk di pojoknya. Masjid yang tiap sore kami buat belajar dan bermain dari hari kehari selalu kumuh dan tidak terawatt. Malah sekarang semakin semarak dengan burung-burung, sampah-sampah, dan barang-barang yang menurut kami tidak layak dan patut ada di masjid itu. Dan sebenarnya lagi melihat itu kami tidak tinggal diam. Kami seringkali ngomong dengan bapak-bapak, ibu-ibu yang katanya mereka sebagai takmir masjid itu. Namun akhirnya hanya tong kosong tidak berbunyi.


Kantor kami juga dulu pernah terkena hal yang kurang mengenakkan hati. Kantor kami pernah dan sekarang kelihatannya masih digunakan untuk kepentingan pribadi meskipun sekarang dengan sembunyi-sembunyi. Yang menjadi pertanyaan besar bagi kami adalah kenapa para bapak dan ibu yang kata orang-orang itu takmir masjid tidak bergeming dan merespon apalagi beraksi mengatasi semua hal yang menjadi ketidakenakan hati kami itu. Karena sudah sedikit putus asa, yang kami Cuma bergumam mungkin karena hal itu remeh temeh sementara bapak, ibu yang kata orang dijuluki takmir itu orang-orang yang sibuk dan penuh kegiatan jadi mungkin tidak terpikirkan oleh mereka.


Yang kami lebih sangat tidak enak hati, ketika aku dan anak-anak bermain dan belajar di sebelah masjid ada beberapa rumah yang keluarganya hanya sedikit yang mempunyai perhatian pada masjid itu. Bahkan anak-anak dari rumah itu jarang sekali kalau mendengar adzan bergegas untuk sholat di masjid. Malahan mereka asyik bermain di depan masjid tanpa merasa malu dan ragu-ragu. Sayangnya lagi orang tuanya kok ya diam saja melihat semua itu. Dalam hati aku hanya bergumam “na’udzu billah min daalik”.


Ada lagi yang membuat hati aku semakin tidak enak jika memikirkan keadaan dan masa depan masjid yang pojoknya ada kantor anak-anak tadi. Suatu hari aku melihat ada beberapa anak remaja dan anak muda baik putra maupun putri, duduk-duduk bersama sambil bersendau gurau dengan ceria. Agak lama aku perhatikan mereka semakin lama semakin bertmbah orangnya. Akhirnya aku diberitahu bahwa anak remaja dan para pemuda itu memang sedang bersengaja berkumpul-kumpul untuk menggagas sesuatu. Mereka juga bercerita bahwa mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai remaja masjid. Mendengar itu aku sedikit kaget dan terkerenyit dahiku. Apalagi setelah melihat orang-orang yang duduk dan bercanda yang katanya mau rapat itu. Yang ada dalam hati aku hanya apa benar mereka mau berbuat banyak untuk masjid. Kelihatannya aku tidak pernah melihat mereka berbondong-bondong berbuat banyak untuk masjid. Apa karena hanya mau ada acara atau kegiatan yang mereka bisa tampil untuk ditonton orang banyak. Jadi salah tidak jika disimpulkan kalau mereka tujuannya hanya untuk diri mereka sendiri. Karena ingin tampil pada lomba-lomba yang kata orang-orang di situ kantanya lomba takbiran dalam rangka idul adha. Karena pastinya akan lebih baik bagi mereka takbir dengan berhura-hura di jalanan dari pada meramaikan masjid sendiri. Dan semua itu tidak baru sekali lho. Tapi berulang kali. Makanya aku juga agak heran walau aku diamkan dalam hati pernyataan orang yang katanya di wilayah masjid itu dianggap sebagai orang baik dan sangat memperhatikan masjid. Dia berkata bahwa “biarkan saja karena berdakwah memang harus pelan-pelan pasti mereka akan terima. Difasilitasi saja dan dienakkan saja kalo bias kita manut saja lha wong anak-anaknya juga baik-baik. Yang menyayangkan anak-anak itu juga termasuk anak-anak beliau.

Waduuuuh…….memang amburadul…..amburadul…..

Ngomong gini salah…….tidak ngomong sebuah yang harus diluruskan…

Tapi kalau dipikir-pikir inikan tempat mereka, jadi mau apalagi ya seenak mereka dong……

Paham dan pemahaman itu tidak disadari telah banyak menciptakan generasi siluman dan orang tua yang berpikiran siluman. Padahal patut diingat nabi Muhammad bersabda: “Barang siapa menanam kebaikan akan mendapat pahala dari amal itu dan pahal dari orang yang mengikutinya. Begitupula bagi orang yang mengajarkan keburukan dia akan mendapat dosa dari perbuatannya dan dosa atas perbuatan orang yang menirukan perbuatan itu.”

Akhirnya semua berpulang kepada Allah yang mengatur segala urusan manusia di dunia…….

Selasa, 10 November 2009

Penugasan Santri TPA

Materi Tugas Santri

Tema: Pahlawan Muslim dalam Perjuangan di Indonesia








BIODATA

KH. AHMAD DAHLAN


Nama:

KH Ahmad Dahlan

Nama Kecil:

Muhammad Darwisy

Lahir:

Yogyakarta, 1 Agustus 1868

Meninggal:

Yogyakarta, 23 Februari 1923

Agama:

Islam


Isteri:

Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah, dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah).

Ayah:

KH Abu Bakar

Ibu:

Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim)

Saudara: Tujuh bersaudara


Pendidikan:

Pesantren, Yogyakarta, agama dan bahasa Arab, sampai 1883

Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari pembaharu dalam dunia Islam, seperti

Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah

Memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah, 1902-1904



Karir:

Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta

Khatib Masjid Besar Yogyakarta

Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta.

Pendiri sekolah guru Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat

(Kweekschool Istri Muhammadiyah)


Organisasi:

Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah

Aktif di Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.


Penghargaan:

Pahlawan Nasional (Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961).

Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.


Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).


KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.





BIODATA KH. HASYIM ASY'ARI


Nama:

Kiai Hasyim Asy'ari

Lahir:

Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H)

Meninggal:

25 Juli 1947

Ayah/Ibu:

Kiai Asyari/Halimah

Jasa-jasa:

- Pendiri Pesantren Tebuireng, 1899

- Salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, 31 Januari 1926

- Tokoh pembaharu pesantren


Penghormatan:

- Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Presiden RI No.294 Tahun 1964, tgl 17 Nop 1964)

Pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.


Selain itu, KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tebuireng (Jombang). Namanya juga sangat lekat dengan tokoh pendidikan dan pembaru pesantren di Indonesia. Selain mengajarkan agama pada pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Ia merupakan salah seorang tokoh besar Indonesia abad ke-20.


KH Hasyim Asy'ari dilahirkan pada 14 Februari l871, di Pesantren Gedang, Desa Tambakrejo, sekitar dua kilometer ke arah utara Kota Jombang, Jawa Timur. Ia merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah.


Ayahnya, Kiai Asy'ari, adalah menantu Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang. Sehingga, sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan agama yang cukup dalam dari orang tua dan kakeknya. Ia diharapkan menjadi penerus kepemimpinan pesantren.